Seperti hujan, datang membawa kesejukan dengan guyuran air yang mengalir mengusir debu dan kotoran. Tetesan airnya menyapa dedaunan di pucuk pucuk ranting pepohonan mengundang tunasnya untuk bersemi menampakan diri. Serentak air menapak bumi meredamkan amarah tanah yang tereksploitasi oleh ulah manusia-manusia serakah. Derita dahaga para penjajah tanah kini seolah terbayar sudah, terhibur hati dari rangkaian melodi segerombolan amfibi, katak, si pelompat hebat yang kini hampir punah akibat buruan manusia-manusia penjaja lidah.
Seperti hujan, yang membawa bencana dengan jeritanya mengubah air bah menjadi darah, melongsorkan tanah, menenggelamkan beribu rumah, membungkam tingkah manusia-manusia yang pongah, memporak porandakan segalanya seolah menghujam dendam pada manusia-manusia perusak alam. Seringai angin mempertajam suasana mencekam diselingi gertakan halilintar merontokan nyali para penghuni bumi.
Seperti hujan, begitulah perasaan memainkan peran pada diri manusia, perasaan yang terejawantahkan dalam tingkah dan tutur kata. Perasaan menampakan diri dalam ketulusan, keramahan, kejujuran dan berbagai bentuk kebaikan, namun, perasaan kadang bisa berubah menjadi amarah, kebencian dan berbagai bentuk kejahatan hingga melupakan sisi kemanusiaan.
Olahrasa, begitulah seharusnya manusia melakukan upaya mengatur perasaanya agar potensi yang merugikan bisa dikendalikan, memberikan kedamaian bukan kebencian. Belajar mendidik hati perlu dilatih sejak dini agar senantiasa sadar diri bahwa ada yang lain yang mesti kita hargai.
Seperti hujan, ketika airnya menyatu dengan cahaya pancarkan pesona beragam warna. Begitulah cinta, rasa pada manusia adalah pertautan hati dua insan yang berbeda yang mampu menghadirkan keindahan seperti pelangi yang mampu menghiasi bumi.
Manusia memiliki rasa, dengan nuraninya perasaan diarahkan bagaimana nanti akan memainkan peran. Do’a, dosa, do’a, dosa berganti dan berputar seperti pusaran air tanpa lelahnya menjadi bagian dinamika kehidupan dan hanya sedikit manusia yang mampu bertahan dari setiap godaan. Bumi masih bersabar menjalani takdir berotasi menjaga keseimbangan alam sembari menunggu mandat Tuhan menjadi saksi bisu berhentinya sang waktu. Meski kini harus menahan perih, pedih, menyaksikan dosa dosa manusia bagai buih yang menjadikan bumi semakin merintih.
Jeritan hujan adakah yang sanggup menahan??
Magelang,,,,,,,,,,,,,,,,,,,2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar