Selasa, 06 Juni 2017

KRITIK DAKU KAU KUTANGKAP

Belum lama ini kita dihebohkan dengan maraknya berita tentang persekusi yang dilakukan oleh sekelompok orang kepada pihak yang mengungkapkan pandanganya atau pemikiranya yang dinilai bertentangan dengan pemahaman sekelompok orang tersebut.
Seperti halnya Bung Denny (Denny Siregar) saya juga termasuk baru mengenal istilah tersebut setelah ramai diberitakan. Sebelumnya saya tahunya hanya perkusi nama suatu alat musik, tapi ternyata beda, ini persekusi suatu istilah yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga untuk disakiti.
Sebagaimana banyak diberitakan ada beberapa orang yang menjadi korban persekusi setelah mereka menyatakan kritiknya terhadap seorang tokoh pimpinan ormas islam yang sedang terjerat kasus pornografi dengan inisial Habib Riziq (Duh kebablasen ngetiknya :-D). Ternyata sindiran dan kritikan itu dinilai menghina tokoh panutan mereka sehingga mereka meradang dan merasa perlu memberikan “pelajaran” dengan mencari dan menangkap orang tersebut untuk dimintai pertanggungjawaban. “Pelajaran” yang dimaksud mengarah pada suatu ancaman, intimidasi, bully bahkan dengan cara kekerasan seperti memukul, menampar dan tindakan lain yang berupaya menyakiti.
Disini saya tidak hendak menjelaskan kronologi kejadian persekusi yang dialami korban secara runtut karena sudah banyak diulas di beberapa berita di media. Yang saya soroti adalah motif yang mendorong mereka melakukan tindakan itu (persekusi), karena kebebasan mengungkapkan pandangan, kritik serta sindiran sudah berlaku sejak jaman dulu dalam berbagai peristiwa. Penyampaian kritik atau sindiran secara benar yang tidak memberi dampak merugikan bagi pihak yang dikritik tentu suatu hal yang tidak perlu dipersoalkan barangkali justru kritik itu bisa menjadi bahan koreksi, akan tetapi jika kritik yang disampaikan kebablasan sehingga berdampak pada suatu yang merugikan memang perlu ada tindakan yang dalam hal ini apakah sudah ada undang-undang yang jelas mengaturnya? Terlepas ada atau tidaknya undang-undang tersebut upaya membendung kritik dengan cara mengintimidasi, mengancam bahkan melukai orang yang mengkritik sebagaimana dialami oleh dr.Fierra Lovita, Indri Soraya dan terakhir bocah berusia 15 tahun Putra Mario Alvian adalah suatu tindakan yang melanggar hukum sehingga memang perlu ditindak tegas sebagaimana instruksi Kapolri. Bahkan Kaolres Solok harus menerima konsekuensi dicopot dari jabatanya karena kelambanan dalam menangani kasus ini.
Sikap Kapolri ini memang patut kita apresiasi, karena jika dibiarkan para pelaku persekusi akan semakin berani yang menjadi nalar kritis mati karena adanya intimidasi. Kita butuh pemikiran yang dituangkan dalam berbagai tulisan yang mencerahkan seperti yang dilakukan oleh Afi Nihaya, Denny Siregar,Sumanto al-Qurtubi dan lain sebagainya, mungkin jika aparta tidak bertindak tegas, mereka juga menjadi korban persekusi berikutnya, tapi meski mereka tidak mengalami persekusi ancaman dan terror masih sering mereka terima (sebagaimana pengakuan Afi bahkan terror tersebut berupa ancaman pembunuhan)
Dari sini kita perlu belajar bahwa, jangan takut untuk melakukan kritik terhadap sesuatu,jadilah manusia yang kritis ketika ada ketidakadilan dan ketidak benaran terjadi. Suarakan apa yang memang harus diutarakan selama itu benar dengan tetap berpegang pada aturan jangan hanya asal mengkritik tanpa dasar. Dan jadilah manusia yang terbuka terhadap kritik karena bisa jadi kritik itu akan membuka kesadaran diri kita atas apa yang telah kita lakukan untuk selanjutnya kita bisa berbenah demi kebaikan.
Masih mau mengancam mereka yang sering mengkritik? Piknik dulu ajalah biar tercerahkan, sekembalinya pulang, kritik daku kau ku sayang… :-D :-D (Najib)
Candi art Room,6 Juni 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar