“Ðidalam keramaian aku masih merasa sepi, ……”
Sepenggal lirik lagu dari grup Band Dewa 19 ini mungkin bisa menjadi gambaran akan fenomena yang terjadi saat ini dimana era digital sedang tumbuh berkembang. Fenomena kesepian di tengah keramaian (lonely croud) sedang menjangkiti masyarakat kita.
Di era digital seperti sekarang ini, ada yang seharusnya menjadi kodrat manusia hilang, yakni bahwa manusia itu adalah mahkluk sosial. Tapi dengan lahirnya era digital telah mengubah perilaku masyarakat kita tidak hanya dari cara berkomunikasi tetapi juga dari ucapan, tindakan, kebiasaan, pola pikir bahkan karakter seseorang yang menjauhkan dari makna komunikasi itu sendiri.
Tapi bukankah dengan adanya perkembangan tehnologi informasi (baca : era digital) saat ini telah turut mempermudah manusia melakukan komunikasi bahkan tanpa batas? Artinya manusia sebagai mahkluk sosial semakin mudah menjalin hubungan social satu sama lain bahkan yang jauh sekalipun dengan perantara media sosial.
Ternyata anggapan itu tidak sepenuhnya benar, memang sesuai dengan namanya, media sosial dimaksudkan agar manusia akan dengan mudah melakukan hubungan komunikasi menjalin pertemanan dengan siapapun di dunia maya, akan tetapi dalam kenyataanya media sosial malah cenderung menjadikan orang anti sosial.
Kita bisa lihat saat ini bagaimana orang dengan asyiknya memainkan HP, menatap layar android mereka, selalu mengecek setiap informasi yang mampir di piranti smartphonenya, dan menjadi kurang begitu peduli dengan sekitarnya meski dirinya sedang berada diantara teman-temanya yang mungkin juga melakukan hal yang sama, mereka saling menyembunyikan diri asyik dengan gadgetnya masing-masing. Sehingga pertemuan tatap muka atau kumpul bersama tidak lagi memiliki makna, hambar, karena masing-masing sibuk dengan dunianya sendiri.
Tehnologi mendekatkan jarak karena semua bisa terhubung seketika. Pada saat yang sama, mereka jauh dari keluarga, kerabat bahkan guru di kelas karena saat ini banyak juga murid di sekolah yang tidak bisa lepas dari smartphonenya meski sedang belajar di ruang kelasnya. Ya, mereka adalah native digital, generasi yang lahir di era digital seolah HP adalah bagian yang tidak bisa lepas dari kehidupanya. Lebih baik lapar daripada tidak memiliki pulsa,begitu mungkin kredo hidupnya. :-)
Nah, tanpa disadari kebiasan bersentuhan dengan tehnologi setiap saat melahirkan karakter-karakter baru generasi alay seperti,selfish, narsis, multitasking, dan egois. Dari karakter tersebut terkesan anti sosial yang dibentuk oleh konten yang dibagikan di media dunia maya dan mereka terima sebagai sebuah kebenaran. Dunia yang serba instan, menjadikan kemampuan menelaah dan nalar kritis tak lagi terasah malah cenderung terkikis. Lihat, betapa paranoidnya seorang ibu begitu mengetahui berita dari sebaran broadcast tentang maraknya penculikan anak yang belakangan diketahui kabar tersebut lebih banyak yang Hoax ketimbang benarnya, terbukti kabar kabar tesebut saat ini redam dengan sendirinya dan memang seharusnya kita tidak perlu panik setengah mati menanggapi berita berita yang tidak jelas sumbernya.
Memang kita hidup seperti dalam lipatan waktu, menjelajah di sudut sudut ruang bahkan privasi seseorang, hanya dengan sentuhan, terpapar segala macam berita yang mengiringinya. Semua menjadi serba terbuka dan pada saatnya kita akan berada pada the borderless state “ Negara tanpa sekat” bernama dunia maya. Wellcome Netizen…..(Najib)
Ramadhan, 6 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar