Kamis, 21 Desember 2017

MAHA DAYA BACA

Kalau kita mengamati karakter pengguna media sosial hari ini bagaimana mereka menanggapi sebuah kasus, peristiwa atau bahkan isu yang  beredar di dunia maya. Cukup bisa menjadi parameter budaya baca masyarakat kita. Pada era sebelum berkembangnya tehnologi seperti sekarang, minat baca masyarakat kita pada buku terbilang masih rendah. Bahkan jauh dibanding dengan Negara-negara maju lainya. Hari ini ketika perkembangan tehnologi semakin pesat seharusnya menjadi tumbuh kembangnya budaya baca masyarakat karena akses informasi yang semakin mudah.
Namun, melihat fakta yang ada budaya literasi masyarakat di era milenial ini belum juga menunjukan peningkatan. Terbukti dengan masih banyaknya pengguna media sosial yang termakan oleh isu-isu hoax,  menanggapi masalah secara emosional, berdebat tanpa didukung data yang lengkap. Atau mungkin karena begitu banyaknya informasi yang bertebaran di dunia maya ini justru menjadikan mereka merasa cukup membaca headlinenya saja, sehingga kadang apa yang ia tanggapi justru berbeda dengan isi informasi yang tersaji.
Kita ini seperti halnya komputer, dimana otak manusia ini menjadi semacam perangkat hardwarenya. Dan hardaware tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya tanpa adanya software. Adapun software otak yang bisa memprogram kerja berpikir dengan baik salah satunya adalah dengan bahan bacaan. Jadi, otak kita bisa diprogram menjadi perangkat berpikir yang cerdas dengan bahan bacaan yang berkualitas. Ketika kualitas berpikir kita baik, maka berpengaruh pada sikap dan perilaku menjadi turut baik. Itulah mengapa wahyu pertama yang diturunkan Alloh SWT kepada Nabi Muhamad adalah perintah membaca, meskipun maksud ayat tersebut tidak dartikan secara sempit hanya berupa aktifitas membaca sebuah teks.  Namun, setidaknya perintah membaca secara harfiah saja sudah sangat berpengaruh dan penting bagi peningkatan kapasitas diri manusia.
Kita bisa berkaca pada beberapa tokoh dunia yang menjadikan aktifitas membaca sebagai sebuah kebutuhan yang mengantarkan mereka menjadi orang besar baik melalui ide gagasanya maupun sumbangsih nyata dari buah karya pemikiranya. Jika aktifitas membaca sebagai hoby saja masih bisa dihitung jari apalagi yang menjadikanya sebagai sebuah kebutuhan. Sebut saja misal, Gus Dur,yang menjadikan membaca bukan sekedar hoby tapi kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi, beliau sadar bahwa otak itu perlu asupan gizi, bukan hanya makanan tapi juga bacaan untuk menambah wawasan. Bayangkan, di usia remajanya tepatnya ketika beliau masih SMA, sudah melahap banyak buku buah karya dari para penulis ternama. Beberapa diantaranya Buku karya Ernest Hermingway, Jhon Steinbech, William Faulkner, Johan Zuihinga, Andre Malraux, Ortega Y Gasset, dan beberapa karya penulis Rusia, seperti Pushkin, Tolstoy, Dostoevsky, dan lainya. Bahkan, di usia yang sangat muda, beliau sudah mengenal Das Kapitalnya Karl Marx dan Filsafatnya Plato dan Thales.  
Jadi, terbukti jika kebiasaan membaca itu turut menentukan kualitas pribadi seseorang atau setidaknya menjadikan diri tidak mudah dibodohi. Tehnologi harus menjadi pendukung tumbuhnya budaya literasi, bukan untuk mengejar gengsi apalagi budaya selfie. Smartphone harus menjadikan pemiliknya smart, bukan malah menjadi media untuk menambah maksiat (Najib, 21/12/2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar